Sudah lama rasanya sejak terakhir naik Gunung Gede-Pangrango beberapa bulan yang lalu, rasa rindu untuk berada di tempat-tempat tinggi pun kembali datang. Saya dan Lukman atau yang biasa dipanggil Omen pun kembali merencanakan pendakian. Kali ini saya ingin sekali mengajak pacar saya untuk ikut merasakan bagaimana rasanya berjalan menaiki gunung untuk berdiri di puncaknya. Akhirnya setelah berunding, kami sepakat untuk menaiki Gunung Geulis. Banyak sekali pertimbangan kenapa kami memilih Gunung Geulis. Yang pertama adalah karena letak Gunung Geulis tidak terlalu jauh dari tempat kami berkuliah. Letak Gunung Geulis mungkin kurang lebih hanya 5 km dari Kampus Universitas Padjadjaran Jatinangor. Yang kedua ketinggian Gunung Geulis juga kami pikir cukup lah untuk kami naiki 1 hari, jadi kami tidak perlu repot-repot membawa tenda ataupun logistik yang begitu banyak.
Oh iya kenalkan pacar saya namanya Suci,
dia adalah wanita yang juga memiliki hobi untuk menikmati alam. Kami berdua juga
sering sekali jalan-jalan ataupun bersepeda ke daerah-daerah yang tinggi hanya untuk sekedar menikmati
dan mengagumi ciptaan-Nya. Tak heran saat saya mengajak dia untuk main ke
Gunung Geulis, dia langsung sumringah. Keren euy kabogoh uing!! Hehe.
Suci juga mengajak sahabat dekatnya untuk ikut juga dalam perjalanan kali ini. Dia mengajak Asti. Kenalkan Asti adalah teman kampus kami juga. Dia memiliki hobi foto-foto, tentu saja saat Suci mengajak Asti untuk ikut dia langsung setuju, “gue mau sekalian foto-foto, lumayan buat stock foto” ujarnya semangat.
Kami merencanakan pendakian pada
malam hari, karena saya dan Omen lebih menyukai malam hari dalam mendaki
gunung. Alasannya adalah tentu untuk menghindari teriknya matahari, karena
terik matahari kadang sangat menguras stamina saat pendakian
berlangsung. Maka dari itu, kali ini kami merencanakan untuk
mendaki Gunung Geulis pada malam hari. Walaupun awalnya Suci dan Asti sedikit ragu, tetapi saya
dan Omen berusaha meyakinkan bahwa ini pilihan yang terbaik. *Lebay yah bahasanya.
Jam menunjukan pukul 00.00 malam. Kami pun memulai perjalanan ini dari tempat dimana kami berkumpul. Setelah
mencari angkot yang bersedia untuk mengantarkan kami ke kaki gunung, kami pun
langsung diantar menuju garis start awal pendakian. Sesampainya disana suasana
agak mencekam mulai terasa, wajah Suci dan Asti mulai terlihat sedikit ragu
akan pendakian malam ini. Wajar saja Suci dan Asti terlihat ragu, karena memang
sangat jarang sekali Gunung Geulis itu didaki pada malam hari, berbeda sekali
dengan Gunung-Gunung yang lain pada umumnya selalu ramai didaki pada malam
hari. Tapi saya dan Omen dengan tenang menyemangati mereka berdua untuk terus
yakin dan berpikir positif. Setelah beberapa meter berjalan melewati pinggiran
ladang warga sekitar, kami pun disambut gedung putih yang katanya dulu gedung
ini sering juga dipakai untuk pos awal pendakian. Tapi kini gedung putih ini
kosong dan menyisakan nuansa angker didalamnya. Kami pun mempercepat langkah
dari tempat itu. Serem oge bray!
Dengan berbekal headlamp yang hanya 2 buah pada waktu itu kami
terus melangkah dan melangkah sampai kami berhenti untuk beristirahat sejenak
sambil mencari-cari arah jalur menuju puncak. Maklum diantara kami belum ada
yang pernah sekali pun naik ke sini. Modal nekat ieu ge!. Setelah dirasa cukup
beristirahat kami pun meneruskan perjalanan kembali. Entah mengapa pendakian
malam kali ini begitu mencekam, apalagi saat kami melewati kumpulan pohon bambu.
Kalian tau ga kalau kumpulan pepohonan bambu itu tempat yang disukai hantu apa?
Ya tebak sendiri ajalah pokonya serem. Tapi saya selalu menanamkan pikiran
positif, karena memang kami kesini juga untuk bukan untuk mengganggu, tapi
untuk mengunjungi dan menikmati keindahannya.
Jalur menuju puncak menuju gunung Geulis ini seperti menipu, puncak terlihat sudah sangat dekat, padahal masih jauh. Apalagi saya yang pada waktu itu berjalan di paling depan, saya sampai linglung dibuatnya. *Lebay lagi kan. Sarang laba-laba yang menutupi jalur pun sering kali sedikit menjerat muka saya. Kalian tau apa artinya jika banyak sarang laba-laba yang melintang? Itu berarti sudah lama tidak ada orang yang melewati jalur ini. Jantung pun berdegup kencang, pikiran negative pun mulai muncul apakah benar ini jalur menuju puncak?. Tapi saya berusaha tetap tenang, dan mengikuti kata hati bahwa ini jalur yang benar.
Setelah melewati beberapa ilalang yang cukup tinggi, kami menemukan tempat yang kami rasa sangat indah waktu itu. Bagaimana tidak, saat itu kami tiba di pinggiran gunung yang bawahnya tuh langsung tersaji pemandangan kota di malam hari tanpa ada semak ataupun pohon-pohon yang menutupi pemandangan city light ini. Tepatnya kami sekarang berada di area pinggiran gunung yang luasnya sekitar 3x3 meter, cukup luas sebenarnya tapi lewat sedikit dari area itu langsung jurang terjal menanti. Hehe. Hati-hati ah, bisi labuh. Kami pun mengambil beberapa foto disini. Ini dia hasil fotonya.
Jalur menuju puncak menuju gunung Geulis ini seperti menipu, puncak terlihat sudah sangat dekat, padahal masih jauh. Apalagi saya yang pada waktu itu berjalan di paling depan, saya sampai linglung dibuatnya. *Lebay lagi kan. Sarang laba-laba yang menutupi jalur pun sering kali sedikit menjerat muka saya. Kalian tau apa artinya jika banyak sarang laba-laba yang melintang? Itu berarti sudah lama tidak ada orang yang melewati jalur ini. Jantung pun berdegup kencang, pikiran negative pun mulai muncul apakah benar ini jalur menuju puncak?. Tapi saya berusaha tetap tenang, dan mengikuti kata hati bahwa ini jalur yang benar.
Setelah melewati beberapa ilalang yang cukup tinggi, kami menemukan tempat yang kami rasa sangat indah waktu itu. Bagaimana tidak, saat itu kami tiba di pinggiran gunung yang bawahnya tuh langsung tersaji pemandangan kota di malam hari tanpa ada semak ataupun pohon-pohon yang menutupi pemandangan city light ini. Tepatnya kami sekarang berada di area pinggiran gunung yang luasnya sekitar 3x3 meter, cukup luas sebenarnya tapi lewat sedikit dari area itu langsung jurang terjal menanti. Hehe. Hati-hati ah, bisi labuh. Kami pun mengambil beberapa foto disini. Ini dia hasil fotonya.
Kota Malam |
Gimana-Gimana? Hasil fotonya? Bikin
ngiler ga? Hehe. Setelah menikmati pemandangan yang luar biasa tadi. Kami pun
melanjutkan perjalanan lagi, karena ini belum sampai puncak.. Lanjut lagi meureun..!!!
Kira-kira baru 10 menit perjalanan, saya semakin ragu dengan jalur yang saya pilih, soalnya sudah lama jalan tapi
ko belum nemu jalur yang cukup nanjak, Setelah melihat posisi puncak yang
dibandingkan dengan posisi kami yang sekarang, dan saya pun baru sadar, dari
tadi kita hanya berjalan memutar pinggiran gunung. Lalu saya pun menyuruh
teman-teman yang lain untuk diam sejenak, dan saya akan berjalan cepat ke depan
untuk memastikan apa di ujung jalan yang sedang kita lalui ini akan bertemu
dengan jalur utama ke puncak. Setelah berjalan beberapa meter ke depan, dan
melihat-lihat sekitar akhirnya saya menemukan jalur pintas menuju jalur utama ke
puncak. Alhamdulillah teu jadi nyasar euy..
Saat itu masih jam 02.00 dini
hari, tapi kami sudah berada di kaki puncak, dimana setelah ini kami akan
ditantang berjalan menanjak dengan kemiringan sekitar 60⁰ (meureun eta ge). Lumayan lah bikin
napas jadi ga beraturan pas disini. Tapi dengan semangat kekeluargaan yang edan
teuing, kami pun saling bantu membantu. Kali ini saya berjalan di paling
belakang, karena sekalian berjaga-jaga takutnya sang ibu Negara ga kuat naik.
Kan “sebagai” atuh jadi harus selalu siaga. Jadi saat ini yang memimpin adalah
Omen di depan.
Setelah beberapa menit merayap di
antara tanah merah dan bebatuan yang sedikit agak menyulitkan, akhirnya kami
sampai puncak, dan orang yang pertama kali yang meneriakan kata puncak pada
waktu itu adalaha Omen. Saat dia teriak “Puncaaaaaakkk!!!” terdengar sangat
berbeda dari biasanya. Kalian mau tahu kenapa? Karena pada saat Omen Teriak
puncak sambil mengepalkan tangan di udara, dia disuguhi pemandangan yang kurang
mengenakan pada saat itu. Yap dia melihat beberapa bangunan kecil di depannya.
Tentu saja kalian heran kenapa di puncak ada bangunan-bangunan kecil yang
berdiri. Tentu saja itu tidak lain dan tidak bukan itu adalah
makam. Mental saya pun sempat jatuh pada waktu itu, maklum ini jam 02.30 dini
hari, “keur meujeuhna” mun ceuk urang sunda mah.
Aduuuh sempat terpikir untuk turun
lagi dari tempat ini, tapi saya yakin pasti ada tempat lain di bagian puncak
ini yang bisa kami diami untuk menikmati sunrise nanti. Saya pun memberanikan
diri untuk berjalan ke depan beberapa meter. Benar saja di balik bangunan
tersebut terdapat lapangan yang cukup luas dan ada beberapa tenda yang berdiri
disini. Alhamdulillah ada temen juga. Mental pun kembali naik. Yes! kalau sudah begini , ini artinya kita sudah resmi berada di puncak Gunung Geulis.
Pasti kalian yang membaca blog ini bertanya,
makam siapa tuh yang ada di atas puncak gunung gini. Jadi menurut hasil
penelusuran yang saya lakukan, asal-usul Gunung Geulis ini berawal dari kisah
sang suami yang sangat mencintai istrinya pada jaman dahulu kala. Konon dahulu kala hiduplah seorang
Putri yang masyarakat pada saat itu menyebutnya Putri Geulis (arti: Putri
Cantik) karena parasnya yang sangat cantik. Putri Geulis ini merupakan istri
dari seorang Raja baik hati yang berkuasa di wilayah Jatinangor pada waktu itu.
Namun malang bagi Putri Geulis, dirinya terserang penyakit yang tak kunjung
sembuh dan akhirnya beliau wafat meninggalkan suaminya Sang Prabu yang begitu
mencintainya. Untuk bukti tanda cinta kepada istrinya, Sang Prabu menginginkan agar jasad istrinya dimakamkan di
tanah tertinggi yang ada di wilayah Jatinangor pada saat itu, sehingga
dipilihlah gunung ini. Dan hingga saat ini gunung ini dinamakan Gunung Geulis
yang diambil dari nama Putri Geulis. Ada
yang unik juga dari gunung ini. Jika dilihat dari bawah maka terlihat ada
sebuah pohon yang berdiri diatas puncak gunung ini, yang bentuknya menyerupai
tikus. Bagus siah asli.
Menikmati bintang |
Setelah beberapa jam kemudian, langit
yang semalam ditaburi bintang kini berganti warna. Itu tandanya sang raja siang
yang dari tadi kami nanti-nanti, telah menampakan dirinya. Dengan perlahan tapi
pasti dia memulai tugas hariannya untuk menyinari hari ini. Sungguh beruntungnya
kami saat itu, yang menjadi saksi keindahan pagi ini dari atas puncak Gunung
Geulis. Subhanallah..
"Sang Raja Siang" |
"Sang Raja Siang" mulai menampakan dirinya |
Setelah lama kami terdiam karena
terpukau dengan siklus alam yang terjadi dihadapan kami, sekarang kami mulai
memasak sarapan pagi. Mmm.. sarapan sama mie rebus panas di cuaca dingin kaya
gini kayanya enak nih. Masak dulu kali
ah.
Sarapan |
Di ketinggian 1.281 Mdpl |
Setelah perut terisi saatnya menjelajahi keindahan
dari puncak Gunung Geulis ini.. berangkat..
Selama disini, kedua teman saya Omen dan Asti berhasil
mengabadikan keindahan dari puncak Gunung Geulis ini. Ini dia beberapa hasil
karya mereka :
Karya Lukman "Omen" 1 |
Karya Lukman "Omen" 2 |
Karya Lukman "Omen" 3 |
Karya Lukman "Omen" 4 |
Karya Lukman "Omen" 5 |
Ini dia tim pendakian
Gunung Geulis:
Dari kiri ke kanan :
Omen, Saya, Suci, Asti
Setelah puas menjelajahi
keindahan Gunung Geulis ini, kami pun mulai melangkahkan kaki untuk pulang. Ada
perasaan haru untuk meninggalkan tempat ini. Tentu saja karena saya sadar
sesampainya saya nanti di bawah sana, maka sudah dapat dipastikan saya akan berhadapan lagi dengan hiruk pikuknya
kehidupan kota, polusi lagi, macet lagi, kriminal lagi. Kalau sudah begini
saya jadi rindu “ketinggian”. Dan saya akan selalu mencintai “ketinggian”.
Semoga secepatnya saya akan bertemu dengan “ketinggian”, walau di tempat yang
berbeda nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar