Apa
kabar semuanya? tak terasa waktu berlalu dan isi blog ini ga nambah nambah.
Hehe. Tapi sekarang keinginan buat nulis muncul lagi setelah trip kecil-kecilan
yang saya beri nama “Jelajah Jawa Timur”. Setelah sibuk dengan dunia kuliah dan
mencoba membuka lapangan kerja baru dengan membuka usaha konveksi, rasanya
kurang afdol kalau tidak mengistirahatkan otak ini sejenak untuk liburan. Yaap
liburan di Jawa Timur lah yang jadi pilihan kali ini. Saya, Lukman "Omen" , Iqbal, Yudha,
dan Mang Encim sepakat untuk berangkat ke Pulau Sempu dan Gunung Bromo.
Kita
pun mulai merencanakan perjalanan ini. Dalam proses perencanaan ini banyak sekali
mengalami perdebatan dan halangan. Contohnya saja susah dapet tiket lah, cuaca
yg Indonesia yang sedang kurang bersahabat lah, dan apalagi di salah satu situs
ada yang memuat artikel tentang akan ada badai besar di hampir seluruh penjuru
Indonesia. Selain itu banyak sekali orang-orang terdekat yang melarang untuk pergi
karena khawatir cuaca akan semakin memburuk, termasuk saya sendiri yang sering
mendapat firasat buruk setiap hari. (bahkan saya sampai nulis surat wasiat buat
orang-orang terdekat saking parno nya). Tapi nasi sudah menjadi bubur,
karena sudah membeli tiket kereta, yowis
berangkat aja. Tapi sayang beberapa hari sebelum hari keberangkatan Mang Encim
dan Yudha memberi kabar bahwa mereka tidak bisa ikut kali ini. Dengan sangat
terpaksa kami hanya berangkat dengan beranggotakan 3 orang yaitu saya, Omen,
Iqbal.
Hari
sabtu tanggal 19 Maret 2013 pun menjadi tanggal yang sangat dinanti-nanti, jam
8 malam nanti saya dan kedua teman saya akan memulai perjalanan edan teuing
ini. Oke karena berangkatnya nanti malem, saya pikir kalau pagi harinya mungkin
saya bisa pergi dulu ke acara pernikahan
sodara nya pacar saya (red:suci) di Sukabumi. Alah sikat aja john!!. Alhasil saya hampir
ketinggalan kereta. Konyol. Tapi untungnya kereta agak ngaret. Jadi saya ga
perlu ngejar-ngejar kereta kaya di film-film, lebay!
Malam
itu di stasiun padalarang, saya yang masih terengah-engah berlari dengan tas besar yang saya bawa, akhirnya saya bertemu dengan 2 orang laki-laki
yang terpaksa selama 4 tahun kebelakang ini saya sebut teman. Haha. Heureuy
deng. Sebenarnya mereka sudah cukup
khawatir menunggu saya yang tak kunjung datang, terlihat dari muka mereka yang
mulai pucat basi (basi mah dahareun meureuun). “Sori lads urang telat!” (arti:
maaf saya telat), sapa saya sambil ngas nges ngos cape lari. Mereka membalas
“mmm” dengan muka pucatnya masing-masing.
Kami berangkat menggunakan kereta Kahuripan AC Ekonomi menuju Kediri dengan tiket seharga Rp
100.000 . Sial sih sbnernya, soalnya ada yang harga Rp 40.000 , tapi karena
sudah abis yasudah gakpapa yang penting bisa berangkat dulu aja. Kereta kini mulai
bergerak perlahan meninggalkan Kota Bandung, meninggalkan hiruk pikuknya Kota
dalam temaram lampu Kota yang mulai rusak dimakan usia. Sejenak saya terdiam, karena kini mulai terasa bahwa
saya sedang perjalanan meninggalkan temapat saya tinggal ke tempat antah
berantah yang belum pernah sama sekali saya kunjungi. Dengan khidmat ku awali
perjalanan ini dengan penuh doa dan harapan semoga semua akan baik-baik saja.
Di
dalam kereta malam itu sangatlah ramai hampir semua kursi terisi penuh, ya
memang hari keberangkatan kami bertepatan dengan liburan panjang. Terlihat ada
seorang bapak-bapak tua yang berbadan agak sedikit tinggi dan dan garis mukanya
terlihat sangat lelah. Hampir dapat dipastikan bapak itu adalah seorang perantauan
yang sedang mengadu nasib di Kota Bandung dan sekarang sedang mengambil jatah liburannya
untuk sekedar menengok keluarganya di kampung halamannya. Matanya kini kosong
menatap ke arah jendela kereta yang mulai berembun, mungkin kini didalam
bayangannya dia sudah membayangkan anak istrinya yang sudah lama ia tinggalkan,
dapat kubayangkan betapa syahdunya detik-detik pertemuan beliau dengan
keluarganya nanti. Sekejap ia terhenyak dan menatap lurus ke arahku penuh arti,
langsung kubalas dengan senyuman sekedar melepas rasa canggung.
Beberapa
jam pun berlalu kami bertiga masih terdiam menikmati perjalanan malam ini
sampai ada suara berat tapi tegas terdengar menyapa kami bertiga. Ternyata
bapak yang duduk didepan kami lah yang menyapa kami “mau kemana de?” tanya sang
bapak . “Ke Sempu terus lanjut ke Bromo pak”, jawab kami
mantap. Kami pun langsung akrab berbincang-bincang seputar hiruk pikuknya
kehidupan di era liberalism ini. Ada yang menarik dari bapak yang satu ini, tak
kami sangka beliau ternyata sering naik turun gunung di masa mudanya. Wiiih
obrolan kami pun semakin memanjang, begitu pula dengan istrinya yang duduk di
sampingnya dengan penuh ketulusan menawarkan makanan dan minuman kepada kami.
Sikat bray lapar yeeuh!! Haha tanpa malu-malu kami lahap makanan yang tadi
ditawarkannya. Waktu pun semakin malam tak terasa kami terlelap dalam ayunan
suara kereta yang bekerja keras membawa kami sampai ke tujuan menembus
dinginnya malam.
Pagi
harinya hari minggu tanggal 10 maret 2013 sekitar pukul 05.00 kami bertiga
terbangun. Disini nih bagian yang paling saya suka. Pemandangan sangat indah
tersaji di depan kami saat kereta melewati hamparan sawah dan pepohonan di
kanan kirinya sembari diterangi matahari yang sedikit demi sedikit naik ke
singgasananya. Di kejauhan terlihat para petani yang sedang membawa cangkul di
pundaknya, yang dengan semangat berangkat ke ladang, dan juga anak anak sekolah
yang berjalan sembari sedikit-sedikit melompat kecil untuk menghindari lumpur
yang setiap saat siap mengotori sepatu dan seragam mereka. Wiiih bener-bener suatu
landscape yang disajikan oleh tuhan dengan mantaap. Beneran deh kesempatan yang
kaya gini nih yang ga bisa dibeli sama uang. Kalian harus coba kawan, dan
rasakan sendiri sensasinya.
|
-Suasana pagi hari di kereta-
Photo by Lukman "Omen" |
Pukul
06.00 kereta berhenti di stasiun Lempuyangan Yogyakarta. Disini kereta berhenti
cukup lama, kami pun tidak menyiakan kesempatan ini untuk mengambil beberapa
video, foto dan menghirup udara khas kota Yogyakarta. Lumayan lah sedikit
walaupun cuman lewat doang. Beberapa
menit kemudian kereta pun melanjutkan perjuangannya menuju Kediri, kami pun
kembali duduk. Oh iya dari stasiun Lempuyangan ini banyak sekali penumpang yang
turun. Aaah lega akhirnya tempat duduk yang daritadi malam sangat sempit bisa
sedikit lebih longgar.
|
-Stasiun Lempuyangan Yogyakarta-
Photo by Lukman "Omen" |
Minggu
10 Maret 2013 jam menunjukan pukul 12.15 siang, akhirnya setelah menempuh
perjalanan yang kurang lebih memakan waktu hampir 16 jam Plat nomor kendaraan
“AG” mulai terlihat, itu tandanya kita sudah sampai di Kota Kediri. Kondisi
cuaca yang panas membuat kami ingin sekali beristirahat sejenak sebelum
melanjutkan perjalanan menuju Malang. Kami pun memilih beristirahat di Masjid
di sekitaran stasiun Kediri ini. Ini dia nih tips buat kalian yang turun di stasiun Kediri, bisa
nih kalian cari Masjid Al-Fattah namanya. Ya lumayan lah kita disini bisa ikut
solat sekalian membersihkan badan yang dari pagi tadi di kereta belum mandi,
daripada bau nanti (pengalaman pribadi). Hehe.
|
Stasiun Kediri
Photo by Lukman "Omen" |
Setelah
sholat dan membersihkan badan kami memutuskan untuk menjajal kuliner di Kediri
sebelum berangkat ke Malang. Iqbal dan Omen memutuskan menjajal rujak cingur
Kediri, sedangkan saya Es Campur Kediri. Saat kami sedang mencicipi rujak
cingur dan es campur dengan liar, eh tak disangka tak dinyana kami bertemu
seorang Bapak yang penampilannya rapih, namun sangat ramah. Tak disangka beliau
adalah pegawai Dinas Budaya dan Pariwisata Kota Kediri, beliau bernama Pak
Rudi. Kami pun langsung berbincang bincang mengenai wisata di daerah Kediri.
Dan sangat beruntungnya kami ketika beliau menawarkan diri untuk mengantarkan
kami untuk melihat-lihat Kota Kediri sekaligus mengantarkan kami ke tempat naik
bis menuju Malang. Aah senangnya..
Kami diajak Pak Rudi menuju Monumen Simpang
Lima Gumul. Monumen Simpang Lima Gumul adalah sebuah landmark baru dari
Kabupaten Kediri. Monumen ini terletak Desa Tugurejo, Kecamatan, Gampengrejo,
Kabupaten, Kediri, Jawa Timur. Jika dilihat monument ini mirip dengan bangunan
yang bernama Arc de triomphe de l’Étoile atau biasa dikenal sebagai Arc de
Triomphe di Negara Perancis, tepatnya di Kota Paris. Benar-benar indah serasa
sedang di Eropa beneran siah pas kesini. Keren anjiis!! Terima kasih banyak Pak
Rudi atas tumpangannya.
|
Monumen Simpang Lima Gumul
Photo by Lukman "Omen" |
|
Monumen ini mirip bangunan Arc de Triomphe di Paris |
|
Bersama Pak Rudi |
Sudah
hampir setengah jam kami menunggu bis jurusan Malang, tapi bis ini tak kunjung
datang juga. Sial ternyata kami menunggu di tempat yang salah. Garila!! Buat
sekedar informasi aja nih yah buat kalian yang ingin naik bis dari Kediri ke
Malang, kalian bisa naik Bis Puspa Indah dengan harga Rp 17.000 aja murah ko,
padahal jauh beut eta jarakna.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya bis Puspa
Indah menunjukan dirinya, kami pun langsung naik dengan cepat, karena kami tak
sabar untuk segera datang ke Kota Malang. Di kota Malang kami turun di terminal
Landung sari. Disini kami telah mengatur janji untuk bertemu dengan salah satu
teman kita di Malang bernama Nindi, dia adalah temannya Omen di Bandung semasa SMA dulu, dan kini Nindi sedang berkuliah di Universitas Brawijaya Malang. Dia bersedia membantu
kami untuk mendapatkan penginapan yang murah di Kota Malang. Akhirnya dengan
bantuan Nindi kami menemukan penginapan yang lumayan cukup murah, tepatnya di
sekitaran Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang dengan tarif Rp 50.000 per
malam. Jika kalian nanti main ke Kota Malang ini bisa jadi alernatif tempat
menginap kalian cari aja di daerah kampus ITN Malang, karena memang di
sekitaran situ banyak sekali kost-kostan yang disewakan secara harian.
Alhamdulillah akhirnya malem ini ga jadi ngegembel tidur di terminal.
Setelah
sejenak beristirahat, kini saatnya memanjakan perut. Kuliner malem dulu kali
ah. Langsung saja tanpa basa basi kita meminta diantar Nindi ke tempat-tempat
kuliner khas Malang. Oia Nindi juga
mengenalkan kita pada seorang temannya asal Jakarta yang sekarang kuliah juga di
Universitas Brawijaya Malang namanya Putri, malam ini dia ikut dengan kami
untuk mencari kuliner khas kota Apel ini.
Setelah muter-muter Kota Malang
mencari tempat makan yang hampir semua tempatnya menggunakan kata “Setan” untuk
makanannya seperti rawon setan, ceker setan, mie setan, kabeh weh setan, setan!
kedua wanita ini akhirnya membawa kami ke sebuah Rumah Makan yang agak sedikit
beradab (tetep aja pedes), pilihan jatuh kepada Rumah Makan Nasi Rawon Tessy di
daerah dekat stasiun Kota Baru Malang. Nasi Rawon disini juara, dengan harga Rp
16.000 aja kalian udah dapet nasi+rawon+es teh manis+kerupuk ikan. Sok bayangin
geura gimana rasanya perut lagi keroncongan terus diteunggar ku nasi rawon?
Juara!.
Tapi guys ga cukup rasanya kalau cuman nyoba 1 makanan aja, tambah lagi
dong ah. Pilihan kami jatuh ke Bakso Bakar Pahlawan Trip. Yup bakso bakar ini
cukup terkenal di kalangan anak muda Malang. Buat kalian yang ingin nyoba
kalian bisa dateng ke jalan Pahlawan Trip, harga Bakso bakar ini cukup
terjangkau dengan harga Rp 10.000 kalian bisa menikmati 5 biji bakso bakar yang
rasanya pedes manis ngajeletit. Hehe. Tak terasa malam semakin larut, kami pun harus
mengistirahatkan tubuh malam ini karena tentu saja perjalanan sesungguhnya baru
dimulai besok pagi. Yes, besok pagi berangkat ke Sempu. Pake koyo dulu kali yah
malem ini biar besok pundak siap lagi bawa tas carrier yang beratnya udah
melebihi dosa. lol.
Senin
11 Maret 2013 pukul 05.00 dengan mata yang masih redup dan tingkat kesadaran
yang masih berada di tingkat setengah mimpi, kami memaksakan diri untuk bangun.
Setelah sholat subuh dan packing carrier agar bisa dibawa dengan nyaman, jam
06.00 kami mulai melangkahkan kaki menuju pulau sempu, bismillah.. Rute yang
akan kami lewati hari ini untuk menuju Pulau sempu adalah sebagai berikut :
Penginapan à
Terminal Gadang à Pasar Turen à
Sendang Biru à
Pulau Sempu (Segara Anakan)
Langkah
pertama kami menuju terminal Gadang dengan menggunakan angkot yang dibadan
angkot tersebut tertulis huruf “AG”
dengan harga Rp 3.000 per orang. Ada yang menarik tentang pengalaman naik
angkot di Kota Malang ini. Salah satu yang saya suka adalah, disini
angkot-angkot itu ga pernah ngetem kalau udah jalan. Keren! Karena saya berpendapat bahwa salah
satu sumber kemacetan adalah adanya angkot yang suka ngetem sembarangan di tepi
badan jalan. Alhasil kami sampai Terminal Gadang lumayan cukup cepat hanya memerlukan
waktu 15 menit. Sampai di Terminal Gadang kami menyempatkan diri dulu untuk
sarapan, kami memilih nasi soto ayam. Haha pagi pagi geus sanguan. Dengan harga
Rp 7.000 aja kalian udah dapet nasi+soto ayam+teh manis panas+kerupuk ikan.
Sedaap.
Dari
terminal Gadang untuk mencapai Pasar Turen dapat menggunakan Bis Mini Wijaya
jurusan Pasar Turen. Karena kondisi jalan yang lancar jaya dan budaya angkutan
umum disana yang jarang ngetem, akhirnya kami tiba di Pasar Turen dengan hanya memakan
waktu 30 menit. Di Pasar Turen ini sebenarnya banyak sekali angkot jurusan
Sendang Biru, tetapi yang menjadi masalah adalah angkot disini hanya mau
berangkat kalau muatannya sudah penuh, minimal 15 orang baru bisa jalan.
Sambil
menunggu angkotnya jalan, di Pasar Turen kami terlebh dahulu membeli logistik
yang nanti dibutuhkan selama camp di Pulau Sempu seperti beras, air minum, mie
instan, roti, dll. Belanja selesai tapi mobil belum juga penuh. Aah shit!
Padahal udah hampir 2 jam lebih kita nunggu. Akhirnya setelah nego sedikit sama
supirnya kami sepakat untuk membayar lebih sebesar Rp 100.000 untuk 3 orang
asal mobil bisa berangkat cepat, padahal tarif asli dari angkot menuju Sendang
Biru ini hanya sebesar Rp. 15.000 per orang. Kami sepakat membayar lebih karena
kami khawatir jika terlalu siang berangkatnya nanti kami bisa terlalu sore
sampai di Sendang Biru. Hal itu bisa berbahaya untuk kami saat berjalan dari
mulut hutan Pulau Sempu ke Segara Anakan (dibaca: Segoro Anakan). Akhirnya berangkat juga deh ini mobil.
Tancaap brur!!
|
Angkot dari Pasar Turen - Sendang Biru
Photo by Lukman "Omen" |
Dalam
perjalanan menuju Sendang Biru tentu saja kami disajikan pemandangan yang luar
biasa. Tapi perjalanan ini juga merupakan ujian berat bagi kami. Pasalnya
selama perjalanan menuju Sendang Biru ternyata banyak sekali orang yang naik
satu persatu kedalam angkutan ini. Dari mulai anak sekolah, ibu-ibu yang pulang
dari pasar, ataupun bapak-bapak yang tampaknya akan berdagang di pasar
berikutnya. Dan kamu harus tau, mobil yang kami tumpangi ini adalah mobil dengan
jenis Suzuki carry, tetapi yang membuatnya luar biasa adalah mobil ini diisi oleh
hampir 20 orang banyaknya. Anjiis maksa pisan ieu supirna sumpah! Alhasil mobil
sedikit oleng, tapi si supir emang supir edan kali yaah, dia bawa mobilnya kaya
lagi balapan aja, padahal jalanan yang dilewatin nya tuh ga selurus jembatan sirotol mustaqim, banyak
berdoa ajalah. Bismillah..
Setelah
menempuh perjalanan hampir 2 jam dari pasar turen sampailah kami di Sendang
Biru. Suara debur ombak sudah terdengar, dan pemandangan yang terlihat sejauh
apapun kita memandang adalah warna biru. Rasa-rasanya membuat kami tidak sabar untuk
segera sampai Pulau Sempu (Segara Anakan). Tapi tunggu dulu, sebelum kita
melanjutkan perjalanan menuju Segara Anakan disini nih bagian penentunya. Di
Sendang Biru ini kita harus mengurus ijin menginap terlebih dahulu di Pulau
Sempu kepada bapak-bapak petugas Perhutani yang bertugas disana. Setelah itu
kita harus mencari perahu untuk menyebrang dari pantai Sendang Biru ke bibir
hutan Pulau Sempu, dan juga Guide yang akan mengantar kita melewati lebatnya
hutan pulau Sempu untuk sampai ke Segara Anakan.
Untuk kalian yang dateng
ke Pulau Sempu pada musim hujan seperti kami, hati-hati jalanan menuju Segara Anakan
sangat berlumpur. Tapi jangan khawatir disini kalian bisa menyewa sepatu anti
lumpur, lumayan lah jadi ga terlalu licin. Berikut rincian besaran uang yang
kami bayar pada waktu itu. (1.) ijin menginap untuk 3 orang selama 1 malam Rp.
50.000 ; (2.) Perahu Rp.100.000 ; (3) Guide Rp. 100.000 ; (4) Sewa sepatu Rp.
10.000/orang. Setelah mempersiapkan segala-galanya akhirnya kami naik perahu
dan jangkar perahu pun sudah diangkat, itu tandanya kita siap untuk berangkat
menjelajahi Pulau Sempu. Saat sedang asik foto-foto dan mengambil video dokumentasi
di perahu. Tiba-tiba sang kapten kapal berteriak, “ayo siap-siap udah mau
nyampe nih!”. What? Apa? Cuman 15menit lah.
Ternyata deket loh dari sendang biru ke bibir hutan Pulau Sempu, kirain
jauh, aiih matee bayar 100.000 cuman sebentar naik perahunya. Shit! Tapi gakpapa
lah daripada kita nyebrang nya renang, kan cape juga. Ikhlas.
|
Sendang Biru
Photo by Lukman "Omen" |
|
Sendang Biru |
|
Sendang Biru
Photo by Lukman "Omen" |
Setelah
turun dari perahu dan memakai sepatu anti lumpur yang tadi disewa, saatnya
menjajal stamina untuk berjalan kaki menuju Segara Anakan. Banyak sekali info
yang kami dapatkan mengenai perjalanan menuju Segara Anakan ini dari mulai
jalanan yang berlumpur sampai setinggi lutut orang dewasa yang membuat
perjalanan bisa memakan waktu sampai 5 jam. Ataupun cerita orang yang tersesat
selama 2 bulan dan ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Inalillahi. Tapi hal
tersebut tak menyurutkan tekad kami yang pada saat itu sedang on fire banget
untuk mencapai Segara Anakan. Karena memang kami bertiga saya, ikbal, omen
sepakat bahwa tempat ini merupakan salah satu tempat yang wajib untuk kami
kunjungi. Kenapa?.
Oke saya mau cerita dikit nih tentang Pulau Sempu ini Pulau
Sempu adalah sebuah cagar alam yang memiliki luas sekitar 877 hektar di bawah
naungan Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA). Nah di dalam Pulau Sempu ini
tuh, terdapat laguna yang bernama Segara Anakan (dibaca: Segoro Anakan) kenapa
disebut laguna? Tentu saja seperti arti dari laguna itu sendiri, dimana laguna
adalah sekumpulan air asin yang terpisah dari laut oleh penghalang yang berupa
pasir, batu karang atau semacamnya. Ya kurang lebih seperti itu lah Segara
anakan yang dibatasi oleh dinding karang yang menjulang tinggi namun terdapat
lubang di bagian bawah karang tersebut yang menjadi tempat keluar masuknya air
dari laut ke dalam segara anakan ini.
Sudah
1 jam lamanya kita bergelut dengan medan jelan menuju Segara Anakan ini, hal
tersebut membuat kondisi fisik agak melemah, ditambah lagi beban carrier di
punggung yang semakin terasa menyebalkan, dan lumpur yang setia menemani sedari
tadi. Kami pun sejenak beristirahat.
Oh iya kenalkan Guide kami namanya Mas Agus,
Mas Agus banyak sekali bercerita mengenai pengalaman-pengalaman yang dia alami
di Pulau ini. Agak mistis sih tapi kan itu semua kuasa tuhan kita hanya menerima
dan berdoa saja. Bahkan sampai saat blog ini dibuat pun saya masih merinding
jika saya mengingat kembali apa yang diceritakan mas Agus. “Lanjut lagi yu ah!”
teriak Mas Agus yang seketika menyadarkan kami bahwa kami masih dalam
perjalanan. Kali ini kami menambah
kecepatan karena lumpur sudah agak sedikit berkurang, membuat langakah kaki
kami menjadi sangat cepat dan semakin cepat. Akhirnya sedikit demi sedikit mulai terlihat
dari kejauhan sebuah pemandangan yang sangat indah. Penglihatan kami seketika dikejutkan oleh suatu pemandangan yang
didominasi oleh berwarna putih, hijau, dan biru. Tentu saja kami sangat kenal
warna itu. Yap! Welcome to Segara Anakan!!!!!!
|
Segara Anakan
Photo by Lukman "Omen" |
|
Segara Anakan
Photo by Lukman "Omen" |
|
Segara Anakan
Photo by Lukman "Omen" |
|
Di balik karang dari Segara Anakan
Photo by Lukman "Omen" |
Sangat
indah nian laguna ini, mulai dari telinga kita yang benar-benar dinyanyikan
oleh suara debur ombak yang menabrak karang-karang yang sangat kokoh disana, lalu
mata kita yang seakan dibuai oleh warna-warna alami buatan tuhan putih, biru,
hijau, dan biru, dan hijau, dan putih, dan biru lagi benar-benar komposisi warna
yang menakjubkan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, kemudian hidung pun
ikut dimanjakan dengan udara yang melegakan, jauh dari polusi yang seperti
setiap hari kita hirup. Pada intinya kesemuanya ini benar-benar sangat
memanjakan panca indera kita yang mungkin sudah lelah dengan kesemua hal berbau
modernitas yang kini bergerak semaunya.
Eits satu tips buat kalian yang bawa
tenda. Kalau bisa nih, sesaat setelah kalian sampai di segara anakan segeralah
pasang tenda kalian. Karena sedia payung sebelum hujan adalah peribahasa yang
paling tepat jika kita ingin bermain dengan alam. Seperti hal yang kami bertiga
alami yang tidak langsung memasang tenda sesaat setelah tiba di Segara Anakan,
alhasil kami hujan-hujanan ala india dulu sebelum akhirnya tenda dapat berdiri
kokoh. Telat masang tenda bro!
Setelah tenda berdiri dan mengamankan logistik
saatnya menjelajahi Segara Anakan ini. Renang dulu kali yah sambil bersihin
lumpur-lumpur yang nempel-nempel di badan.. aaahhh segarnyaaa.. Beres renang, lanjut
bikin kopi kali yah, buat persiapan nanti diminum sambil menikmati sunset.
Untuk kalian yang ingin menikmati sunset di Pulau Sempu memang agak sedikit
berbeda dari biasanya karena disini kalian harus naik dulu ke puncak bukit
karang tertinggi yang ada di Segara Anakan ini.
Kalau kami sarankan sih buat kalian yang takut ketinggian mending diem
di bawah aja yah, soalnya jalan menuju puncak bukit karang ini memang agak
sedikit terjal. Pemandangan dari puncak
bukit karang di Segara Anakan ini memang luar biasa, dari titik ini kita bisa
melihat lautan lepas yang berderu deru sangat kencang di sebelah barat yang
membuat hati seakan berdebar dibuatnya, ataupun di sisi sebaliknya pemandangan Segara
Anakan yang begitu tenang dan sangat
mendamaikan hati setiap orang yang mengunjunginya. Benar-benar pemandangan yang
sangat begitu kontras, padahal hanya dipisahkan oleh bukit karang yang kini
sedang saya duduki. Kedua hal tersebut seakan selalu
melengkapi satu sama lain.
|
Sunset 1
Photo by Lukman "Omen" |
|
Sunset 2
Photo by Lukman "Omen" |
|
Menikmati Sunset |
Puas
menikmati pemandangan sore hari dari puncak bukit karang tertinggi yang ada
disitu kami pun turun untuk mempersiapkan makan malam. Ada kejadian yang ga akan
saya lupakan saat kami sibuk mempersiapkan makan malam. Ceritanya begini, salah
seorang teman kami yaitu si Iqbal yang memang dari awal perjalanan sudah kehilangan
sandal, sekarang tiba-tiba dia berteriak “kamera aing mana?!” (dibaca: kamera
saya mana?) Iqbal pun mulai mencari ke setiap sudut tenda. Kondisi cahaya yang
semakin gelap menuju malam semakin membuat bocah yang satu ini panik dan
kesusahan mencari kameranya. Bukannya saya dan Omen tidak mau membantu tapi
kondisi badan kami juga sudah sangat lelah dan lapar, jadi saya dan Omen
memutuskan untuk meneruskan memasak makan malam kami. Setelah 30 menit
kemudian, suara dari dalam tenda yang daritadi sangat berisik dengan ocehan Si Iqbal yang mengutuk kameranya itu pun kini tiba-tiba hening dan berubah menjadi
kesunyian. Saya dan Omen pun khawatir dengan apa yang terjadi, dalam pikiran
saya, saya berpikir apakah setelah sandal yang hilang, lalu kamera yang hilang,
apakah kini selanjutnya giliran ikbal yang hilang. Langsung saja saya dan omen
bergerak ke dalam tenda untuk memeriksa. Kalian tau apa yang kami temukan? Yap,
di dalam tenda ternyata si Iqbal yang daritadi mengalami serangan kepanikan
tingkat akut itu kini sedang terbaring lemas dengan agak sedikit berkeringat,
namun di wajahnya terlihat senyum penuh kepuasan karena telah menemukan
kameranya yang kini dia genggam erat-erat di tangannya. “aduh aing lieur kieu
euy, beres neangan kamera teh, untung kapanggih lah..” (arti: aduh kepala saya
pusing gini abis nyari kamera, untung ketemu) ujar ikbal yang masih terbaring
lemas sambil matanya melihat lurus ke bagian atas tenda.
Setelah
makanan matang kami bertiga pun langsung dengan keji melahap makanan di depan
kami, malam ini kami makan mie rebus kornet + nasi. Sederhana sih makanannya,
tapi kalau dimakan di bawah jutaan bintang yang begitu setia menemani kami
daritadi, beeuuuuuh surga dunia brooo. Memang malam ini langit begitu cerah,
membuat bintang-bintang yang sedari tadi malu-malu untuk menunjukan dirinya
kini terpampang lebar dihadapan kami, tanpa pikir panjang kami pun tiduran di
luar tenda dan langsung ambil posisi menghadap ke langit. Melihat begitu
banyaknya bintang yang terpampang dihadapan kami, rasanya ada perasaan yang
membuat kita sangat kecil dihadapannya. Begitu indah saat itu sampai-sampai
kami bertiga pun hanya bisa diam terkagum-kagum dibuatnya. Bahkan tanpa sengaja
saya melihat ada bintang jatuh Adeeuuuh... Romantis…
|
Bintang di Segara Anakan 1
Photo by Lukman "Omen" |
|
Bintang di Segara Anakan 2
Photo by Iqbal |
Sekitar pukul 10.00 kami
pun masuk tenda karena angin diluar juga tidak memungkinkan bagi kami untuk
terus menikmati bintang. Kami pun langsung tertidur saat tubuh yang daritadi
terpapar angin malam ini masuk ke dalam sleeping bag masing-masing.
Pukul
02.00 pagi tiba-tiba tubuh terasa dingin sekali dan terdengar kedua teman saya
yang panik seperti sedang terjadi sesuatu yang menghebohkan, mereka berteriak
bocor.. bocor.. bocor… seperti iklan salah satu merk cat di TV. Langsung saja saya sigap bangun, and you know what? tenda kami rembes
kemasukan air. Ooh shit!! Ternyata diluar sedang turun hujan yang lumayan cukup
deras dan angin pun cukup kencang. Saya dapat melihat bagaimana bagian atas
tenda kami bergoyang-goyang tidak karuan. “ah kumaha ieu euy?” tanya Ikbal.
“anteep wee..” ujar Omen yang setengah ngantuk. Sial memang karena area tidur
saya dan Ikbal memang agak sedikit rembes air
dari bagian bawah tenda. Sedangkan si Omen kering kerontang, wajar jika
dia tidak peduli. “kumaha atuh bal ieu?” tanya saya kepada Ikbal yang mengalami
nasib yang sama. “ah sare deui we lah, bae baseuh ge” jawab Ikbal dengan singkat,
padat, dan jelas dan dia langsung meneruskan tidurnya. Saya pun putar otak,
akhirnya saya memutuskan untuk mengganti posisi tidur ke arah sebaliknya karena
area bagian kepala saya sebelumnya, kini sudah agak terendam air. Saya pikir
jika yang terendam bagian kaki ga masalah lah. Akhirnya saya pun tertidur cukup
nyenyak sekali malam itu di Pulau Sempu. Nite.
Selasa
12 Maret 2013 pukul 06.00 pagi. Suara orang yang tertawa dan berlarian
membangunkan saya di pagi hari. Dengan kondisi tubuh masih ringkih saya ngintip
keluar tenda. Dan ternyata orang-orang di area camp ini sedang sibuk
mengamankan barangnya dari serbuan kawanan monyet yang menyerang. Hahaha.
Memang seperti itulah kondisi di Segara Anakan yang notabene masih alami. Masih
banyak hewan-hewan liar yang berkeliaran disini, apalagi kawanan monyet yang
tidak segan-segan memasuki area camp untuk sekedar mencari makanan-makanan
sisa. Setelah kondisi agak aman, kami pun langsung tancap memanfaatkan suasana
pagi di Segara Anakan ini, dan menikmati momentum masuknya air laut kedalam
lubang karang segara anakan ini. Wiiih cantiknya. Tapi masih cantikan pacar
saya sih. J
Pukul
09.00 kami sudah siap untuk pulang, tapi bukan kami namanya kalau kami ga bikin
ulah sama petugas Perhutani yang sedang patroli di Segara Anakan ini. Kejadian
ini berawal dari sehari sebelumnya yang diakibatkan dari kami yang entah cinta
kebersihan atau karena begitu takutnya kami akan mitos yang beredar. Jadi gini,
sudah pasti setiap manusia diciptakan untuk mengeluarkan urine setiap harinya,
begitu juga kami. Karena kepercayaan orang disini yang bilang jangan kencimg
sembarangan, akhirnya kami bertiga pipis di botol (botol nya masing-masing ya,
catet). Botol "nista" itu pun kami simpan kedalam trash bag tempat kami membuang
sampah. Nah kebetulan lagi ada petugas perhutani yang sedang patroli ke area
camp dan membakar sampah-sampah bekas para pengunjung. Saat beliau mengeluarkan
sampah dari trash bag kami, spontan dia teriak. “ PUNYA SIAPA INI!!!” saya pun
langsung pura-pura nyuci sandal di bibir pantai, dan baru saya sadari ikbal
mengikuti langkah mantap saya menuju bibir pantai. Tertinggal Omen sendiri yang
dari mukanya terlihat tegang kaya mahasiswa lagi sidang skripsi. Sori men
kondisi gini mah maneh sendiri dulu yah, kan maneh udah dewasa, harus mandiri.
Hahahaha.
Setelah
beres pura-pura nyuci sendalnya saya pun siap untuk pulang. 1 lagi nih tips
buat kalian yang punya rencana mau ke Sempu, kalian juga harus mikir jalan
pulangnya yah, karena jalan pulang dari Segara Anakan ke Sendang Biru ini
kalian akan berjalan sendiri tanpa guide. Nah daripada nyasar, mending kalian
perbanyak temen deh pas kalian lagi camp di Segara Anakan, usahakan cari temen
yang udah sering bolak-balik ke Segara Anakan ini biar bisa nebeng pulang.
Seperti kami bertiga yang berkenalan dengan Mas Said dan Mas Sopian. Mereka
adalah 2 orang laki-laki asal Jember, yang sering berpergian menikmati alam,
mereka sudah 2 kali kesini, sehingga mereka sudah tahu betul medan disini.
Kami
pun langsung bisa dengan cepat akrab satu sama lain. Mereka adalah contoh orang
yang sangat baik yang ada di dunia ini dan saya harap semua orang di dunia ini
sama sifatnya seperti mereka berdua. Bagaimana tidak, kebaikan mereka yang
pertama adalah berkat mereka berdualah kami bisa naik ke puncak bukit karang
untuk menikmati sunset, yang kedua mereka memberikan seporsi besar olahan ikan
sarden untuk sarapan kami, lalu yang ketiga mereka berdua juga yang membantu
kami menunjukan jalan pulang melewati hutan lumpur Pulau Sempu. Aah bener-bener
deh Mas sopian dan Mas Said itu the best I ever had. Lebay, hehe. Terima Kasih
Mas Sopian dan Mas Said atas bantuannya. Semoga next trip kita bisa jalan-jalan
bareng lagi.
Sesampainya
di sendang biru kami langsung beres-beres mandi dan mengucapkan salam
perpisahan dengan Mas Sopian, Mas Said, dan Pulau Sempu. Dengan ini kami
nyatakan Pulau Sempu dan Segara Anakan nya sudah kami ceklis dari list tempat
yang harus dikunjungi di Jawa Timur ini. Kami pun segera pulang dengan menggunakan
angkot yang sudah tersedia menuju Pasar Turen dengan tarif yang sama yaitu Rp.
15.000 . Dari Pasar Turen lanjut ke Kota Malang menggunakan bis Wijaya lagi ke
terminal Gadang. Dari Terminal Gadang kami lanjut menuju stasiun Kota Baru
Malang untuk bertemu Nindi yang sejak kedatangan kami di Kota Malang ingin
sekali mengajak kami mengunjungi Gunung Bromo. Dari pantai naik ke gunung
brooo!! Sikaat!!