Jumat, 28 Januari 2011

Melepas Penyu (Ujung Genteng-Cibuaya)


Alarm berbunyi kencang sekali hari itu, senin subuh tepatnya pukul 4 pagi, spontan tubuh yang semalam di porsir habis-habisan ini pun terbangun. Sesekali tubuh ini berhenti bergerak karena ada persendian yang belum berada di posisi yang benar. Terpaksa hari itu saya bangun lebih pagi, ya karena hari itu, senin tanggal 13 september 2010 adalah hari yang besar bagi saya dan teman-teman seperbatangan saya. Pasalnya hari ini saya dan teman-teman saya, apit,kumiw,botek,bani,uus,jico telah merencanakan sebuah trip kecil-kecilan menuju ujung genteng-cibuaya-curug cikaso yang belum sama sekali diantara kami yang pernah kesana. Setelah packing,mandi dan minta ijin dari orang tua, akhirnya dengan mantap saya melangkahkan kaki menembus dinginnya pagi itu menuju tempat yang telah disepakati menjadi titik awal dari perjalanan goblok ini.lol.

Walaupun agak sedikit ngaret, pagi itu jam setengah 6 kami bertujuh pun langsung memulai perjalanan penuh gairah ini. Sebagai pembuka lantunan doa pun di bacakan dari salah satu teman kami yang memilih jalur “god way” nya, sejenak kami pun turut berdoa agar perjalanan kali ini menjadi perjalanan yang paling edan,rame,jeung pangpangna mah juara lah pokona. Dengan mobil avanza hitam keluaran 2009 yang kami tumpangi kami bertujuh melaju dengan kecepatan tingkat dewa menuju padalarang. Setelah sampai padalarang disana kami berhenti sejenak untuk sekedar mengisi perut kami yang kosong, bubur ayam lah jadi pilihan pagi itu. Sedaaap!! 

Setelah perut terisi dan paru-paru dijejali asap rokok secukupnya,saatnya melanjutkan perjalanan. Jalanan kali itu agak ramai sedikit karena memang hari itu adalah H+3 lebaran sehingga tentu saja jalan pada saat-saat seperti ini selalu dipenuhi arus mudik dari arah timur. Di tengah-tengah perjalanan memang agak sedikit membosankan, pasalnya radiotape yang ada di mobil kami mengalami sedikit masalah, mau tidak mau kami hanya bisa mendengarkan radio yang memutarkan lagu-lagu seadanya yang membuat kami suntuk. Hahaha. Konyol!.

Dengan kondisi tak satupun dari kami yang tau arah yang harus ditempuh. Banyak cara yang dijadikan andalan untuk mencari jalur, mulai dari menebak jalur pake feeling, peta, dan GPS (yang ngabisin pulsa hp si apit dalam sekejap). Tapi tetap saja jurus yang paling ampuh dalam hal ini adalah bertanya pada warga sekitar. dasar koflok!. Menurut warga yang kami tanyai pertama kita harus mencari daerah yang bernama Surade ( sxsu rada gede. lol). Ternyata wuidih jauh pisan aslina! Udah mah jalan nya gede, bagus hot mix lah pokona (baca: balikin). Alhasil estimasi waktu yang ditempuh jauh dari perkiraan. Perjalanan menuju Surade memakan waktu hampir 2 jam setengah teuing 3 jam. Poho. Hahaha.

Akhirnya setelah bergelut dengan parahnya jalan menuju Surade. Plang jalan bertuliskan Surade menunjukan batang hidungnya. Tiba-tiba terdengar suara aneh nan cadel. Ngawoko! Ngawoko! (baca: ngaroko). Beuh dasar orang cadel perusak suasana. apit…apit..koflok siah! Suasana rusuh mulai terjadi di dalam mobil, mulai dari bahasa kotor,nyanyian penghinaan, sampai bahasa intelek pada saat itu yaitu “Nya Eta!”.
Setelah melewati daerah Surade, sekitar jam 2 siang waktu itu sampailah kita pada tempat yang di nanti-nanti. YEEEAAAA! UJUNG GENTENG – CIBUAYA!!! We’re comingggg!!!



Sebelum kami menuju sebuah paviliun yang sudah kami booking 3 hari sebelumnya, kami menyempatkan diri dulu untuk beristirahat di sebuah mushola sekitar untuk menunaikan ibadah sholat dzuhur. Gini-gini juga islami meur. Aha masalah kembali datang, kita kesulitan untuk menemukan paviliun yang akan dijadikan tempat bermalam. Dengan kontur jalan yang berpasir dan tidak rata kami pun menjadi ragu apakah benar jalur ini adalah jalur menuju paviliun. Ah Bodo! Tancap terus. Dengan arahan sang pemilik paviliun akhirnya sampailah kami di paviliun tersebut. Alhamdulillah. Total waktu perjalanan keseluruhan adalah 7 jam setengah. Ampun dah!

Setelah beres-beres dan menenangkan diri dari perjalanan rusuh tadi, kami pun mengeksplor daerah cibuaya. Tapi sebelumnya makan dulu meur, rada laper yeuh! Yah kondisi perut yang keroncongan merindukan nasi ini, makin di perparah dengan kurang tersedianya warung-warung penjual makanan. Daerah ini memang tidak seperti tempat wisata pada umumnya yang sudah dilengkapi sarana dan prasarana yang lengkap, sehingga di sini sedikit sulit untuk mendapatkan makanan, karena kebanyakan warga di sini hanya berjualan mie bakso dan nasi goreng. Dengan kondisi suhu yang panas pada waktu itu, rasanya kurang pas kalau makan baso di siang hari, untungnya ada penjual sate,maka kami lebih memilih sate (sarua keneh). Lumayan lah lebih berisi. 

Pada saat menunggu pesanan sate matang, tiba-tiba dari arah barat waktu itu terdengar ramai suara orang berteriak. Aya naon euy? Celetuk jico. Aslina euy rame,kaditu yu ah. Bani dan apit membalas. Saya pun tertarik untuk mengikuti ajakan mereka untuk melihat apa yang sedang terjadi disana. Di tengah kerumunan orang-orang yang pada waktu itu menunjukan ekspresi wajah yang tegang, terlihat di tengahnya seorang lelaki badannya sudah agak membiru dan lemas dengan mulutnya yang tak henti-hentinya mengeluarkan air laut. Dan satu pemuda lagi yang terlihat sama kondisinya seperti pemuda yang tadi, di angkat menuju mobil dan segera dilarikan ke rumah sakit terdekat. Ternyata kedua pemuda itu adalah salah satu korban dari ganasnya arus dan kontur pantai cibuaya yang memang tidak stabil.

Menurut keterangan yang saya dapatkan dari beberapa orang yang ada pada saat kejadian. Peristiwa itu bermula dari keinginan 2 pemuda itu untuk menyebrangi karang-karang yang ada dekat dengan pinggir pantai, tetapi jangan salah walau hal tersebut terdengar mudah namun sebenarnya diantara kedua karang tersebut terdapat lubang yang sangat dalam. Dan kejadian naas pun terjadi kepada dua pemuda yang nekat untk menyebrangi karang tersebut. Innalillahi.



Kejadian itu sempat membuat mood tim gila kami sedikit turun untuk mengeksplor keindahan pantai cibuaya. Tetapi mati dan hidup ada di tangan tuhan, manusia hanya bias berdoa dan berusaha, hahahaha strike up this damn vacation guys!!

Setelah sedikit dikagetkan dengan kejadian tersebut dan menyantap makanan yang telah kami pesan, kami pun menyusun rencana akan kemanakah kita sekarang? Setelah bermusyawarah ala barbar akhirnya kami memutuskan untuk mengunjungi penangkaran penyu. Yap betul sekali di sini memang ada penangkaran penyu, dengan jenis penyu hijau, yang dapat kita kunjungi kapan saja bahkan jika kita beruntung kita dapat melepaskan anak-anak penyu ke laut maupun melihat sang induk penyu yang bertelur di pantai ini. Setelah bertanya kepada warga sekitar akhirnya kami diantarkan menuju tempat penangkaran penyu tersebut.

Tak lama kemudian tiba lah kita di tempat tersebut, dan kebetulan sekali sore ini akan diadakan acara pelepasan anak penyu. YEEAAA!!! Namun sebelum dapat merasakan pengalaman baru trsebut, kita diharuskan mengisi buku tamu yang sudah ada dan membayar biaya sebesar Rp.5000, ya lumayan lah dengan kita membayar uang tersebut berarti setidaknya kita sudah ikut andil dalam pelestarian penyu hijau.

Oke saatnya tiba, ternyata di pinggir pantai sudah ramai orang menunggu acara pelepasan ini di mulai. Terlihat wajah-wajah anak kecil terlihat senang sekali menunggu giliran untuk dibagi anak penyu hijau yang akan mereka lepaskan. Giliran kami pun tiba, saat kami dibagikan anak penyu hijau tersebut, tiba-tiba ada suara euh anjis..euh anjis.. dan ada seekor anak penyu terlempar, selidik punya selidik ternyata orang yang sibuk sendiri itu adalah uus. Oh Shit! Ngakunya aja jago scream, sama anak penyu takut.

Pengalaman ini mungkin hanya terjadi sekali seumur hidup, pengalaman yang luar biasa. Senangnya saat melihat anak penyu itu berjalan lurus ke depan, mencari dan berjuang meraih awal tempat hidup baru mereka. Dan akhirnya mereka pun hilang terbawa arus laut yang kencang untuk memulai siklus hidup mereka. Selamat tinggal penyu, semoga kau bias meneruskan keturunanmu,hingga anak cucuku nanti masih dapat melihat dirimu. Jaga dirimu.

Dan sore itu ditutup dengan keindahan turunnya matahari dari singgasananya dan membentuk siluet kedamaian dari dalam diri masing-masing orang yang ada di pantai itu, sore itu.



Pengalaman Baru di Rumah Belajar Sahaja Ciroyom

Wah sudah lama rasanya saya tidak membuka blog ini lagi. hahaha. Akhirnya hasrat menulis saya muncul lagi. Kali ini saya ingin bercerita tentang kegiatan baru saya akhir2 ini, yang baru pertama kali saya lakukan. Sekarang saya mulai terjun ke dunia sosial, tepatnya kini saya menjadi relawan di Rumah Belajar Sahaja Ciroyom. Banyak hal menarik yang saya dapatkan disini, mulai dari bagaimana merasakan dunia dari sudut pandang yang berbeda,bergaul dengan para pengamen yang saat ini hanya dikenal tak lebih dari seorang penghisap lem,sampai mengajarkan beberapa anak jalanan membaca dan menghitung.

Berbuat baik itu indah, itulah hal yang pertama saya rasakan ketika melakukan kegiatan di Rumah Belajar Sahaja Ciroyom. Dimulai dari saat saya berkenalan dengan Tarjo, seorang pemuda yang mungkin tak cocok saya sebut "anak jalanan",pasalnya pemuda tersebut adalah sosok pemuda yang memiliki pandangan berbeda terhadap dunia, dan saya kagum akan hal itu,bahkan pola pikirnya dapat melibihi pola pikir seorang mahasiswa seperti saya. Ketika dia berbicara tentang sayap "kiri", anarkisme, bahkan pandangan dia terhadap agama yang ada saat ini,benar-benar diluar ekspetasi saya. Tarjo atau yang biasa dipanggil Jo ini berasal dari Medan dan akhirnya terbawa oleh dunia jalanan hingga sampai ke Bandung, dan betapa kagetnya saya ketika dia bercerita tentang relasi dia yang begitu luas,bahkan dia menceritakan tentang kedekatan dia dengan beberapa tokoh pergerakan di Bandung seperti Reggi Kayong Munggaran dan Ucok Homicide. Hebat kau Tarjo,walaupun mungkin dunia tak memihak kepadamu, tetapi kau tetap menghajar jalanan dengan sisa-sisa tenaga yang kau miliki.  Salut.

Lain hal dengan Tarjo, ada pula seorang wanita mungkin umurnya baru belasan,bernama Nur. Ya walaupun dia tak sepandai Tarjo, tetapi kemauan dia untuk merubah kehidupannya sangat kuat. Terlihat pada sorot matanya yang liar menangkap setiap materi yang diberikan pada saat sesi belajar menghitung. Ya walaupun hanya sebatas pembagian dan perkalian, tetapi semangatmu patut diacungi jempol Nur!

Selain Nur, saya pun berkenalan dengan seorang anak yang mungkin seumuran dengan Nur, dia bernama Ade, Ade pun tak kalah lebih hebat dari Nur, pasalnya semangat yang ditunjukan oleh dirinya pada saat ada kesempatan yang diberikan oleh seorang relawan untuk mengikuti sebuah bimbingan B.Inggris, dia terlihat sangat senang untuk mengikutinya. Ada satu lagi yang saya banggakan dari sifat Ade yang sangat ramah,yaitu dia sebagai pemeluk agama Islam, sangat taat menjalani kewajiban-kewajiban nya. Alhamdulillah.

Dan dari ketiga orang yang tadi disebutkan ada lagi 2 anak kecil yang membuat saya terheran-heran sampai saat ini. Kedua anak tersebut bernama Septa dan Aji, mereka yang terkadang membuat hati saya terenyuh,pasalnya dibalik senyum lugunya,sesungguhnya dia sudah mengemban tugas yang sangat berat bagi anak seumuran dirinya. Dia harus belajar,dan mencari makan sendiri. Bila kita bercermin pada diri sendiri,apakah kita sudah dapat mencari makan sendiri, tetapi lihat Septa dan Aji mereka mungkin korban ketidakadilan dunia tetapi mereka tetap tegar dan bahagia menjalani dunia ini. Sungguh beban yang berat yang harus di tanggung oleh badan dan umur mereka yang masih kecil.

Dan ketika malam datang di Rumah Belajar Sahaja Ciroyom, terlihat dari kejauhan beberapa anak yang membawa gitar okulele, dan jimbe yang tampak kebesaran di badan mereka yang mungil, mulai berkumpul dan melepas penat di Rumah Belajar ini. Mereka pun mulai bercerita satu sama lain tentang pengalaman mengamen satu hari ini. Senangnya melihat mereka akhirnya tersenyum setelah muka mereka seharian di tekuk menahan sengatan matahari. Dan kami pun mulai bernyanyi menembus malam dalam temaram lampu di teras depan dengan sisa-sisa suara yang ada sekedar untuk menahan lapar.